foto istana bogor 2

(Foto) Istana Bogor Tidak Pernah Klise

Klise kata banyak orang. Memotret sesuatu yang sudah umum akan selalu dianggap klise dan tidak kreatif dalam menemukan ide dan obyek.

Tetapi, terkadang kecantikan memang akan selalu mengundang dan membuat kangen. Meski sudah beberapa puluh kali atau ratus kali, kalau memang sudah cinta dan sayang, tetap saja akan datang dan datang lagi.

Setidaknya itulah yang saya rasakan setiap melihat Istana Bogor. Walau hanya bisa melihat secara jelas bagian belakangnya, tetap saja tidak menghentikan jari untuk menekan shutter.

foto istana bogor 3
Canon 700D F/9 1/100 detik ISO 100

Klise atau tidak menjadi tidak penting lagi. Selama bisa menikmatinya, mengapa tidak?

Cukur Rambut

(Foto) Cukur Rambut

Tantangan terbesar dalam menggeluti street photography atau fotografi jalanan adalah mencoba menjadikan sesuatu yang “biasa” menjadi “tidak biasa” atau “luar biasa”.  Mayoritas dari usaha tersebut adalah kegagalan, karena obyek yang biasa akan tetap menjadi biasa, bahkan setelah mencoba dari berbagai sudut pandang, tetap saja biasa.

Cobalah sendiri memotret seseorang yang sedang cukur rambut.

Perlu usaha banyak untuk bisa menghadirkan emosi di dalamnya karena tetap saja cukur rambut adalah sesuatu yang umum dan kebanyakan orang melakukannya rutin setidaknya sebulan sekali. Sulit sekali menghadirkan emosi meski sudah berusaha memotret sedekat mungkin dengan obyek (cara yang biasa dilakukan untuk memasukkan unsur personal dalam foto).

Seringnya tetap gagal.

Terlalu biasa.

Atau mungkin kitanya yang berusaha terlalu keras untuk tampil “luar biasa”? Bukankah fotografi jalanan memang merekam sesuatu yang natural dan biasa saja? Mengapa harus dibuat luar biasa?

cukur rambut 2
Canon EOS 700D ISO 3200 F/4 1/50 detik – Editting Photoscape

Bagaimana kalau ditambahkan informasi bahwa tempat foto-foto ini diambil di Hunky Dory Barbershop, tukang cukur rambut langganan pak Presiden Jokowi kalau dia di Bogor?

Apakah membuat fotonya menjadi sedikit lebih menarik?

Biarkan saya bebas

(Foto) Biarkan Saya Bebas

Ada satu alasan mengapa saya, dan banyak orang lain menyukai yang namanya fotografi jalanan. Memang genre ini sangat irit biaya, tetapi tidak seratus persen alasan itu terkait dengan masalah uang.

Apa adanya dan banyaknya emosi yang diperlihatkan manusia tanpa dibuat-buat memberikan dorongan tersendiri untuk merekamnya. Sangat natural.

Berbeda dengan memotret model atau studio dimana emosi seringkali ditutup-tutupi atau bahkan dibuat.

Di jalanan tidak demikian. Semua tampil apa adanya, meski terkadang tidak enak dilihat, tetapi foto-fotonya mencerminkan apa yang dilihat yang memotretnya.

  • Judul foto : Biarkan Saya Bebas
  • Lokasi : Car Free Day Bogor
  • Kamera : Canon EOS 700D
  • Aperture : F/5.6
  • Shutter Speed : 1/320 detik
  • ISO : 2000
  • Focal Length : 250 mm
Kehidupan Malam di Kota Hujan

(Foto) Kehidupan Malam Di Suatu Tempat Di Kota Hujan

Tidak semua tidur di malam hari. Banyak orang masih tetap sibuk beraktifitas, mulai dari sekedar mencari udara segar hingga mencari nafkah di saat kebanyakan orang sudah terlelap di peraduannya.

Kota hujan, Bogor rupanya sudah terinfeksi gaya hidup kota metropolitan. Kehidupan tidak lagi hanya terbatas dimana cahaya matahari menyorot dunia ini.

Geliat kota ini tetap terasa sibuk bahkan hingga menjelang dinihari.

Ada yang sekedar memanfaatkan waktu istirahat untuk mengisi perut sambil berhaha-hihi dengan kawan.

Kuliner malam hari di bogor

Ada yang menanti kedatangan orang yang disayang atau kendaraan yang akan membawanya ke suatu tempat.

ehidupan Malam Di Bogor 4

Tidak sedikit yang bergegas untuk menuju kehangatan rumah dan keluarga tersayang.

Kehidupan Malam Di Bogor

Atau mereka yang mungkin di rumahnya terasa sepi dan pilih berada di luar untuk mencari teman berbicara.

Kehidupan Malam Di Bogor 3

Dan, tentunya ada yang berjuang untuk mendapatkan sesuatu untuk kehidupan mereka keesokan hari.

Foto Pengemis Cilik

Mungkin suatu waktu kota ini juga akan mendapatkan label seperti kota New York, The City That Never Sleeps (Kota Yang Tidak Pernah Tidur).

Denyut kehidupan manusia seperti tidak ada putusnya dan waktu 24 jam sehari sepertinya masih kurang.

Berlatih Memotret Bisa dimana saja - Foto kucing Ngintip

(Foto) Kucing Ngintip

Foto Kucing Ngintip – Tidak semua orang bisa menjadi fotografer alam liar. Kebanyakan malah tidak akan pernah mendapat kesempatan itu. Butuh waktu, koneksi, biaya yang besar untuk sekedar memotret harimau di alam liar.

Tetapi, tidak berarti seorang penggemar fotografi tidak bisa mencoba menghasilkan foto yang menarik dari kehidupan di dunia satwa. Meski dengan nuansa yang berbeda dan hanya memanfaatkan hewan-hewan yang ada di sekitar saja.

Meskipun demikian, tidak berarti hasil fotonya akan tidak menarik, tetap saja bisa menarik jika yang memotret mau bersabar dan tahu mencari sudut memotret hewan yang baik.  Tentunya, nuansanya berbeda dengan yang di alam liar, tetapi bisa sama menariknya.

Foto kucing ngintip ini adalah salah satu usaha dari penggemar fotografi yang tinggal di kota besar, yang ingin juga merasakan bagaimana rasanya kesulitan memotret satwa. Meskipun hanya hewan peliharaan, tetapi ternyata memotret kucing itu tidak mudah juga.

  • Foto : Kucing Ngintip
  • Kamera : Canon EOS 700D
  • Lensa : 55-250 mm
  • ISO : 400
  • Shutter Speed : 1/200 detik
  • Aperture : F/7.1
  • Focal Length : 103 mm
Pemandangan Indah Curug Cigamea Bogor

(Foto) Pemandangan Indah Air Terjun Cigamea, Bogor

Setiap daerah, kota, desa, pasti punya keindahan alam.

Begitu juga Bogor. Ada begitu banyak keindahan, yang bukan hanya memikat wisatawan, tetapi juga warganya sendiri untuk mengabadikannya dalam bentuk foto. Pemandangan indah Curug Cigamea (Air Terjun Cigamea) di kawasan Gunung Salak Endah ini adalah salah satunya.

Ada banyak yang lain yang akan ditampilkan di blog ini satu persatu.

Bagaimana dengan daerah dimana Anda tinggal? Adakah keindahan alam seperti ini disana? Yah, kalau Anda menjawab tidak, sepertinya ada yang salah dengan diri Anda.

  • Foto : Pemandangan Indah Curug Cigamea
  • Kamera : Fujifilm Finepix HS35EXR
  • ISO : 200
  • Shutter Speed : 1/150 detik
  • Aperture : F/4.5
foto mata kucing

(Foto) Mata Kucing

Kurang kerjaan sampai buat foto mata kucing? Bisa jadi. Mungkin juga, tetapi tidak 100% benar.

Mata adalah salah satu fokus yang selalu ditekankan oleh para fotografer handal karena bagian wajah yang ini bisa menjadi penentu tampil atau tidaknya emosi dalam sebuah foto.

Masalahnya, terkadang situasi tidak memungkinkan (seperti hujan) untuk mendapatkan obyek yang bersedia secara langsung menjadi model foto (apalagi kalau tidak dibayar). Jadi, untuk berlatih mencoba menangkap mimik wajah seekor kucing pun bisa membantu terus mengasah kemampuan.

Walau sulit juga mengetahui apa yang sedang dipikirkan oleh sang kucing.

  • Foto : Mata Kucing
  • Kamera : Canon EOS 700D
  • Lensa : 55-250 mm IS
  • Focal Length : 250 mm
  • ISO : 800
  • Shutter Speed : 1/320 detik
  • Aperture : F/5.6
foto warga tionghoa menonton acar cap go meh

(Foto) Warga Tionghoa Menonton Cap Go Meh

Foto biasa saja. Tetapi, foto warga Tionghoa menonton Cap Go Meh ini adalah yang terbaik (menurut saya) yang saya buat selama pagelaran CGM Bogor Street Fest 2017 yang lalu.

Dari sekian banyak foto yang dihasilkan selama acara, foto ini seperti bercerita tentang kehidupan sebuah masyarakat yang masih sering dianggap sebagai Non-pribumi di bumi Pertiwi ini.

Apalagi dihasilkan oleh seorang yang masih belum terbiasa dengan kamera barunya, Canon EOS 700D yang baru tiba 3 hari sebelum acara dimulai.

Cukup bertema dan bisa menggambarkan dengan tepat ide pemotret yang ingin menghadirkan nuansa Tionghoa dalam fotonya. Lampion, dan juga kulit kuning langsat ala etnis Tionghoa berhasil direkam dengan baik.

Bonusnya adalah mimik wajah si kecil imut yang membuatnya tambah imut.

  • Kamera : Canon EOS700D
  • ISO : 1260
  • Shutter Speed : 1/160 detik
  • Aperture : F/5
  • Focal Length : 109 mm
  • Lensa : 55-250 mm IS
Tari Barong dan Tari Keris Desa Kesiman Bali

(Foto) Tari Barong dan Tari Keris, Desa Kesiman, Bali

Ada benarnya jika dikatakan kalau sebuah karya seni bisa dinikmati dengan berbagai macam cara. Hal itu saya temukan saat menikmati pagelaran Tari Barong dan Tari Keris di Desa Kesiman, Bali pada November 2016 yang lalu.

Mayoritas pengunjung pentas seni ini terpaku pada betapa dinamisnya gerak para penari. Sebagian lagi berdecak kagum dengan kerumitan kostum yang dikenakan para penari. Sebagian kecil lagi ternganga melihat bagaimana para penari keris menusukkan senjata yang dibawanya ke tubuh mereka sendiri. Ada juga yang berusaha menangkap jalan cerita drama tari tersebut dan mencocokkannya dengan naskah tertulis yang diterimanya di pintu masuk.

Lanjut Baca