Fotografi Human Interest atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai fotografi humanisme adalah “genre” yang menekankan pada manusia sebagai obyek utamanya. Meskipun demikian, ada perbedaan dengan genre-genre lainnya, sebuah foto human interest akan memberikan penekanan lebih terhadap hadirnya “mood” atau “suasana” atau “emosi” dalam setiap potret yang dihasilkannya.
Penekanan terhadap unsur “mood” didalam setiap potretnya membuatnya berbeda dari genre fotografi jurnalistik yang menekankan pada unsur peristiwa. Tidak jarang foto human interest pun dimasukkan dalam genre lainnya, yaitu fotografi jalanan, karena mayoritas fotonya juga “dipungut” dari kehidupan jalanan, tetapi karena tidak semua fotografi jalanan bersubyek manusia, maka fotografi humanisme sering dianggap bagian yang berdiri sendiri.
Oleh karena itu ada tanda kutip dalam kata “genre” dalam definisi di atas karena fotografi human interest sering dimasukkan dalam genre-genre lain yang sudah disebutkan di atas tadi.
Fotografi Human Interest : Manusia dan Kehidupannya
Apa beda membuat foto human interest dengan memotret model majalah dewasa? Subyeknya sama-sama manusia kan?
Betul. Disitu kesamaannya, subyek utamanya adalah manusia.
Tetapi, ada perbedaan dasar yang menjadikannya berbeda.
Fotografi human interest menampilkan manusia dalam kehidupannya sehari-hari dalam kondisi yang sealami mungkin. Manusia-manusia yang menjadi inti sebuah potret bahkan sering tidak menyadari bahwa dirinya menjadi sasaran kamera.
Sangat alami dan natural.
Apalagi, sebuah foto human interest tidak selamanya terfokus pada sang manusianya saja, tetapi menggambarkan juga kehidupan mereka, reaksi, ekspresi atau tindakan spontan mereka menghadapi situasi saat potret dibuat.
Jadi, bukan hanya pada manusianya. Unsur lingkungan dan situasi pada saat potret dibuat akan bisa menjadi unsur penting di dalamnya.
Bertujuan Menarik Simpati?
Bisa jadi dan tidak sepenuhnya salah, tetapi juga tidak sepenuhnya benar.
Banyak yang memberikan penjelasan tambahan bahwa fotografi human interest bertujuan untuk menarik simpati mereka yang melihat. Tidak salah, karena salah satu cara menampilkan “mood” atau “suasana” dalam sebuah foto adalah dengan memasukkan unsur yang bisa mengundang “rasa” dalam diri yang melihat.
Salah satu rasa itu adalah “simpati” dan “empati”.
Oleh karena itu, banyak fotografer yang mengambil subyek atau obyek foto berupa mereka-mereka yang berasal dari kalangan ekonomi bawah. Bagaimanapun, rasa kasihan atau simpati ada dalam diri setiap manusia dan melihat mereka-mereka yang berada dalam tekanan kehidupan adalah cara yang paling umum dan mudah untuk mendapatkan perhatian dari yang melihat.
Meskipun demikian, tidak selamanya benar.
Fotografi human interest bukan hanya untuk menghadirkan simpati. Tidak ada batasan bahwa sebuah potret harus memgambil tema kesusahan orang dan mengundang airmata dari yang melihat. Sebuah foto humanisme bisa saja mengambil obyek orang kaya dan sukses serta menggambarkan kemewahan yang dinikmatinya.
Yang terpenting adalah menghadirkan “mood” tersebut di dalam karya foto yang dihasilkan.
Tips Membuat Foto Human Interest
Terlihat mudah, tetapi sebenarnya membuat sebuah foto human interest bukanlah perkara mudah. Masalah paling utama yang paling sering dihadapi adalah untuk menghadirkan yang namanya “mood” atau “emosi” ke dalam potret.
Tidak pernah ada cara yang “ampuh” atau paling benar untuk melakukan semua itu. Masing-masing fotografer harus terus mencoba dan mencoba melakukannya. Mengusahakan agar feeling dan insting terasah dengan banyak turun ke jalan adalah kewajiban.
Tidak bisa tidak karena fotografi human interest lebih mengedepankan rasa yang hadir di dalam diri sang fotografer dibandingkan sekedar menerapkan berbagai teknik fotografi.
Walaupun demikian, ada beberapa tips yang bisa dicoba untuk meningkatkan peluang menghasilkan foto bertema human interest yang baik.
1) Banyak Membaca Berita
Terlihat tidak ada kaitannya, tetapi karena kebanyakan foto dari “genre” ini diambil di jalanan, seperti street photography, pengetahuan tentang berbagai tema sosial dalam masyarakat dapat memperluas wawasan.
Misalkan, berita di koran atau media online tentang anak-anak jalanan, atau kerasnya kehidupan di jalanan tentunya bisa memberikan tambahan pengetahuan tentang foto apa yang kira-kira bisa mengundang perhatian jika ditampilkan. Atau pun, masalah pedagang asongan yang mengganggu di jalan bisa diterjemahkan dalam sebuah foto terkait tentang kehidupan mereka.
2) Jeli Melihat Situasi dan Lingkungan Sekitar
Fotografi human interest dalam berbagai hal tidak berbeda jauh dengan fotografi jalanan dan kebanyakan obyeknya pun ada di dalam kehidupan keseharian. Oleh karena itu, teknik hunting fotonya pun tidak berbeda jauh.
Jeli dalam mencari obyek dan momen adalah sebuah keharusan. Terkadang menunggu di satu titik lebih baik dibandingkan terus berjalan karena hal itu memberikan kesempatan seorang fotografer untuk memandang ke sekitar untuk menemukan hal-hal yang menarik.
3) Kamera Harus Siap Beraksi
Mau tidak mau. Momen-momen di jalanan tidak akan bisa diulang lagi. Semua terjadi dalam hitungan detik. Dalam hal ini prinsip “decisive moment“-nya Henri Cartier Bresson berlaku.
Kamera harus dalam kondisi standby setiap saat untuk menghindari kehilangan momen-momen. Mode auto akan lebih menguntungkan dalam hal ini karena fotografi human interest lebih mengandalkan pada kekuatan “cerita” dalam potret dibandingkan penerapan teknik fotografi.
Meskipun demikian, seorang fotografer kawakan tetap mungkin mendapatkan sebuah foto yang menarik bahkan dengan mode manual sekalipun karena skillnya dalam menentukan settingan kamera yang tepat.
4) Lensa Zoom Menguntungkan
Salah satu kriteria (meski tidak mutlak dan sulit dibuktikan) adalah sifar alami alias tidak dibuat-buat. Seringkali hal itu terkendala oleh sikap sang obyek yang berubah menjadi kaku dan tidak natural ketika tahu dirinya berada dalam bidikan lensa.
Itulah sebabnya seringnya harus ada jarak yang cukup antara yang memotret dengan obyek agar kehadiran kamera tidak mempengaruhi tingkah laku “buruan”.
Pemakaian lensa zoom akan sangat menguntungkan karena jarak bisa tetap dijaga dan sang fotografer bisa leluasa mengamati obyek mereka tanpa mengganggu aktifitasnya.
5) Meminta Izin
Terkadang, suka atau tidak suka banyak orang yang tidak suka kamera diarahkan kepada dirinya. Apalagi jika kamera yang dibawa adalah DSLR, yang entah kenapa sering menimbulkan reaksi tidak nyaman dari sang obyek.
Oleh karena itu, jika ternyata setelah tombol shutter ditekan dan kemudian reaksi dari sang obyek terlihat tidak nyaman, ada baiknya mempertimbangkan untuk mendatanginya dan berkomunikasi secara langsung. Jelaskan tujuan Anda mengambil foto dan perlihatkan hasilnya.
Dalam banyak kasus, mereka pada akhirnya mengerti dan bahkan tidak jarang mengajak berbincang (pengalaman sendiri). Tidak jarang bahkan mereka bersedia dipotret lagi.
Jangan ragu untuk meminta izin jika diperlukan.
6) Pisahkan Obyek Utama
Salah satu kesulitan yang paling sering dihadapi di jalanan adalah situasi yang terlalu ramai. Terkadang meski ada obyek menarik, tetapi hasilnya tidak maksimal karena banyak hal yang tidak perlu, terutama orang-orang yang berlalu lalang, hadir dan mengganggu.
Jika menghadapi hal ini, cobalah berbagai sudut pemotretan sehingga sang sasaran bisa dipisahkan dari latar belakang yang terlalu “gaduh”. Jangan diam dan statis, tetapi usahakan agar sebisa mungkin sang obyek bisa benar-benar terfokus tanpa gangguan.
7) Pakai Bokeh
Kalau ternyata memisahkan sang obyek dari latar belakang sulit, kaburkan latar belakang dan pakai bokeh. Dengan begitu latar belakang yang ramai bisa “dihilangkan” dan tidak lagi mengganggu target utama.
Lagipula, dengan mengaburkan background akan menambah nilai artistik dari sebuah foto. Bukan keharusan, tetapi bisa sangat membantu.
8) Pilih Obyek Yang Berkarakter Kuat atau Unik
Foto human interest seringnya harus mengandalkan pada sosok, terutama kalau kita hendak membuat potret.
Untuk itu kejelian dalam memilih karakter yang menjadi tokoh utama diperlukan. Carilah karakter-karakter yang “kuat” atau “unik”. Masing-masing selera akan berbeda, jadi tentukanlah berdasarkan selera sendiri.
Tidak ada patokan standar tentang hal ini.
9) Fokuskan Pada Wajah
Wajah adalah area dimana emosi seseorang akan ditampilkan pertama kali. Emosi akan menciptakan mood.
Memfokuskan ide utama sebuah foto pada wajah seseorang, bisa sangat membantu dalam menghadirkan unsur “mood” atau “emosi”.
10) Pakai Foto Hitam Putih
Bukan tanpa alasan, penggunaan foto hitam putih sangat banyak ditemukan dalam fotografi jalanan atau human interest.
Nuansa “suram” dan penuh “misteri” yang dihadirkan foto monochrome ini membantu menghadirkan yang namanya “mood”, terutama kalau yang ingin dihadirkan adalah ide tentang kesedihan, kesusahan.
Itulah sedikit saran yang dibuat berdasarkan pengalaman saya selama ini.
Bukan sebuah hal mutlak karena fotografi lebih mendekati seni dibandingkan ilmu pasti. Untuk itu perlu disadari bahwa hampir tidak ada sesuatu yang kaku dan bisa digebyah uyah berlaku bagi semua orang. Masing-masing fotografer harus berusaha mencari jalannya sendiri.
Saran tambahan, ambil segera kamera Anda dan berjalanlah keluar. Cobalah cari obyek dan buat sendiri foto human interest versi Anda. Hal itu lebih baik dibandingkan sekedar membaca teori.
Selamat mencoba!