Pernah mendengar istilah Kamera Polaroid ? Belum ? Tidak perlu merasa minder, karena bagi mereka yang lahir setelah tahun 1990-an, sangat wajar kalau tidak pernah melihat atau mendengar istilah yang satu ini.
Hanya, bagi mereka yang lahir di tahun-tahun sebelumnya, mereka pasti bisa mengingatnya dengan baik. Istilah ini pernah menjadi sangat ngetop di dunia , termasuk di dunia fotografi. Kehadirannya sempat membuat heboh dan mendorong orang bermimpi untuk memilikinya.
Teknologi yang booming dan dianggap sebuah langkah maju besar bagi dunia kamera.
Kamera Polaroid memiliki satu kelebihan yang pada masa itu , antara tahun 1970-1980-an merupakan terobosan besar karena, seorang pemotret bisa langsung melihat hasilnya hanya beberapa detik setelah tombol shutter release ditekan.
Jepret dan foto kemudian keluar.
Bila Anda lahir di zaman ponsel pintar, hal itu tentunya akan membuat heran. Apa hebatnya? Smartphone di masa kini pun bisa melakukan hal yang sama, dan bahkan lebih lagi. Hasil foto smartphone bahkan bisa langsung diedit, sebelum kemudian dishare ke media sosial.
Tetapi, jangan bayangkan dan bandingkan dengan masa sekarang.
Di masa itu, untuk melihat hasil sebuah foto butuh waktu bisa berhari-hari. Setelah foto dijepret, hasilnya tidak akan bisa dilihat langsung. Pemotretnya harus membawanya dulu ke ruang gelap/darkroom atau ke foto studio yang memiliki perlengkapan kamar gelap itu.
Baru disana diolah dan kemudian dicetak di atas kertas. Butuh setidaknya 3 sampai 7 hari sebelum hasilnya bisa dilihat.
Tidak mudah. Lama.
Kehadiran kamera Polaroid ini membuat banyak ternganga karena hasilnya benar-benar bisa langsung dilihat tidak lama kemudian. Dan, bedanya dengan kamera digital masa kini adalah sudah dalam bentuk cetakan.

Kamera Polaroid sendiri merupakan istilah yang populer di Indonesia, tetapi istilah di negara asalnya adalah kamera instan, yaitu jenis kamera yang menggabungkan antara pemotretan dan pencetakan di dalam satu tempat.
Ide ini sendiri berasal dari seorang penemu asal AS, Edwin H. Land, di tahun 1930-1940-an. Ia kemudian mendirikan sebuah perusahaan bernama Polaroid Inv.
Kamera instan atau kamera polaroid sendiri masih analog dan menggunakan film untuk pemotretan. Hanya, film tidak perlu dibawa ke kamar gelap karena dalam kamera sendiri sudah terdapat kamar gelap mini untuk mencetak hasilnya.
Populernya kamera Polaroid pada masa itu mendorong para produsen kamera lainnya, seperti Kodak, Fuji, dan masih banyak lagi lainnya, mengeluarkan versi kamera instan mereka juga.
Kepopuleran kamera jenis ini pada masanya semakin bertambah ketika beberapa seniman terkenal, seperti si bengal Andy Warhol memanfaatkannya untuk menghasilkan karya-karyanya.
Sayangnya, kelahiran ponsel di tahun 1990-an pada akhirnya mendorong kamera Polaroid ke masa akhirnya. Teknologi yang dipergunakannya sudah dilampaui oleh yang lebih maju lagi, yaitu teknologi digital, yang lebih murah.
Dibandingkan kamera polaroid, kamera digital lebih murah karena tidak harus membeli film dan kertas untuk mencetak foto.
Pada tahun 2008, Polaroid Inc. mengajukan petisi kebangkrutan ke pengadilan setempat dan pada akhirnya harus mem-PHK lebih dari 450 orang pekerjanya.
Meski demikian, teknologi Polaroid masih dipergunakan oleh beberapa perusahaan kamera dan disandingkan dengan teknologi digital untuk menghasilkan jenis kamera instan baru.
Selain itu, di dunia maya juga masih banyak yang memperjual belikan kamera Polaroid, yang mungkin dipergunakan sebagai memento atau souvenir.
Nah, itulah yang disebut dengan Kamera Polaroid, yang dulu saya pernah impikan untuk memilikinya, walau tidak pernah kesampaian karena harganya mahal sekali pada masa itu.