Tidak semudah yang dibayangkan. Banyak penggemar fotografi yang berpikir bahwa menjadi fotografer profesional cukup dengan berlatih dan meningkatkan skill memotretnya saja. Ribuan jam mereka habiskan untuk mempelajari berbagai teknik dan trik yang diajarkan para fotografer senior. Kemudian mereka mencoba meniru dengan mempergunakan model dan mencoba gaya yang sama. Ditambah lagi dengan dihabiskannya ratusan jam lagi untuk belajar mengedit agar fotonya semakin memukau.
Tetapi, apakah setelah kesemua itu dilakukan, maka mereka langsung berubah menjadi fotografer profesional (pro)?
Jawabannya adalah tidak.
Apa yang telah mereka lakukan jelas memberi banyak manfaat. Kemampuan mereka menghasilkan foto yang bagus dan memukau pasti naik ke level yang lebih tinggi. Pengagum mereka, terutama di media sosial juga akan terus menumpuk. Semua itu adalah sesuatu yang hampir pasti terjadi dengan segala usaha keras yang dilakukannya.
Sayang sekali, meskipun demikian mereka tetaplah bukan fotografer pro. Label yang tercantum pada diri mereka tetap saja fotografer amatir atau penggemar fotografi saja. Paling bagus adalah “seperti fotografer pro” (tetapi sebenarnya tidak pro). Tidak berubah banyak.
Kenapa bisa begitu?
Fotografer Profesional itu seperti apa?
Terdengar tidak menyenangkan memang mengembalikan seseorang ke dunia nyata dari dunia impiannya. Pasti tidak enak rasanya.
Tetapi itulah kenyataannya.
Untuk memahami yang seperti ini seharusnya dimulai dari pemahaman akan istilahnya sendiri. Apa itu fotografer profesional? Seperti apa sebenarnya wujudnya?
Kuncinya ada di kata profesional. Kata fotografer sudah tidak perlu diterangkan lagi, tetapi kata di belakangnya itulah yang menentukan. Apa makna kata profesional?
Kata profesional adalah kata serapan dari bahasa Inggris. Bentuknya adalah kata sifat yang terbentuk dari kata benda. Kata dasarnya adalah profesi.
Profesi sendiri bermakna sebuah pekerjaan yang dilakukan untuk mendapatkan penghasilan, uang, contohnya seperti wartawan, tukang kayu. Dalam sebuah profesi, biasanya juga disana ada terkandung satu keahlian khusus yang membuatnya tidak bisa dilakukan oleh masyarakat umum. Seorang disebut profesional juga biasanya karena dia memenuhi semua kriteria yang telah ditetapkan dalam profesi itu. Biasanya kriteria-kriteria ini ditetapkan oleh sebuah lembaga atau badan yang diakui, sebagai contohnya wartawan yang memiliki AJI ( Asosiasi Jurnalistik Indonesia).
Jadi, inti kata profesional :
- Dilakukan untuk mendapatkan penghasilan/uang
- Keahlian khusus / skill yang mumpuni
- Memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh badan tertentu di bidangnya )pengakuan masyarakat)
Untuk no 2, hal itu sudah bisa didapatkan tentunya dengan berlatih, berlatih, dan pengalaman. Yang no 3, di Indonesia belum ada badan resmi terkait profesi sebagai fotografer, tetapi tentunya hal itu bisa digantikan dengan “pengakuan dari masyarakat”.
Masalahnya ada di poin yang nomor 1, menghasilkan uang. Sebuah profesi haruslah menghasilkan uang. Dengan kata lain seorang fotografer harus bisa menjual “dirinya” sebelum bisa disebut profesional. Bentuknya bisa beragam, mulai dari skill/kemampuan, karyanya, atau jasanya.
Tanpa itu, maka seseorang tetap akan menjadi amatir saja. Tidak bisa beranjak ke level pro. Itulah mengapa dibedakan antara tinju amatir dan profesional, karena yang satu tidak berfokus pada uang, yang terakhir justru menghasilkan uang.
Pahit dan tidak menyenangkan memang, tetapi itulah adanya.
Skill Apa Yang Diperlukan Untuk Menjadi Fotografer Pro (Selain kemampuan memotret)?
Jadi harus bagaimana? Skill apa yang harus dimiliki selain memotret?
Sederhana saja. Karena intinya adalah profesi/pekerjaan, dan menghasilkan uang, maka untuk menjadi fotografer profesional, seseorang harus berpikiran ala bisnisman. Karena memang poin-nya bersinggungan dengan dunia bisnis.
Tentunya, dengan catatan 2 poin yang lain sudah terpenuhi. Jika yang dua ini juga tidak terpenuhi, juga tetap saja tidak bisa dimasukan ke dalam kategori profesional.
Dalam dunia bisnis, beberapa skill lain di luar membuat foto yang diperlukan adalah :
- Promosi : penting sekali untuk bisa memasarkan diri dan kemampuan yang dimiliki. Semakin banyak orang yang tahu dan percaya pada kemampuan sang fotografer
- Negosiasi : inti dunia bisnis adalah semakin banyak semakin baik, apalagi dalam urusan uang. Hal ini juga akan membangkitkan kepercayaan publik kepada diri. Kemampuan negosiasi akan meningkatkan penghasilan bagi dirinya dan timnya dan penghasilan yang besar bisa menjadi tolok ukur kesuksesannya.
- Koordinasi/Manajemen : jarang fotografer profesional yang bekerja sendirian, biasanya ia akan bergerak dan harus berkoordinasi dengan banyak pihak, dari model sampai asisten, dan berbagai pihal lain saat melakukan pemotretan. Oleh karena itu, ia juga harus seorang manajer yang baik dan bisa menjadi tim leader bagi “timnya”
- Komunikasi : ia harus bisa mengkomunikasikan dan membentuk image pada diri orang lain bahwa dirinya mampu melakukan tugas dan memberi kepuasan.
- Kepemimpinan : ia harus mampu membuat keputusan karena ia adalah intinya, dimana, kapan, dan dengan cara apa foto yang dihasilkannya akan bagus. Ia harus bisa mengarahkan model dan asistennya atau pihak-pihak lain agar mau mendukungnya untuk bisa menghasilkan foto yang bagus dan memuaskan pengguna jasanya
Itulah fotografer profesional, setidaknya menurut saya. Bukan sekedar bisa memotret dengan baik dan menghasilkan foto yang “WOWW” saja. Jelas juga bukan karena merk atau harga kamera atau lensanya saja.
Butuh lebih dari itu untuk bisa menjadi fotografer profesional.
Oleh karena itulah, rasanya saya lebih memilih jadi amatiran saja. Lebih menyenangkan dan tidak ruwet. Mau seumur hidup juga tidak apa-apa.