Manusia..manusia. Sifat kompetitifnya tidak habis-habisnya. Sering hal-hal kecil juga diperdebatkan mana yang lebih unggul. Dan, mau tidak mau karena para fotografer juga manusia, maka sifat menang-menangan pun kerap terbawa dalam perbincangan tentang segala sesuatu dalam dunia ini.
Contoh sederhana tentang yang seperti ini bisa dilihat, kalau Anda ketikkan kalimat “Mana yang lebih baik untuk mengedit foto, Photoshop atau GIMP? Maka, akan keluar begitu banyak link yang akan membawa Anda ke berbagai tulisan yang mengulas kelemahan dan kekurangan dari kedua software untuk photo editing ini.
Masing-masing akan mengemukakan argumennya. Yang menyukai Adobe Photoshop akan menguraikan secara panjang lebar sisi kekuatan software yang disukainya. Begitu pula dengan fans GIMP, si software open source, tidak kalah semangatnya menjelaskan sisi positif dari software berlambang lucu ini.
Suasananya tidak berbeda dengan perdebatan tentang merk kamera terbaik itu yang mana, Nikon, Pentax, Olympus, atau Canon? Tidak ada bedanya.
Bila dianalogikan, pertanyaan ini mirip dengan dalam sebuah lomba masak, ada dua chef, dan kemudian para juri ditanyakan “Mana pisau yang lebih tajam?” Bukan masakannya.
Tidak beda sama sekali.
Alias sama sekali tidak nyambung.

Photoshop dan GIMP Punya Kelemahan dan Kelebihan
Kenyataannya demikian. Photoshop memang lebih populer di dunia fotografi dibandingkan dengan GIMP, tetapi tidak berarti software besutan Adobe ini tidak memiliki kelemahan. Cukup banyak, mulai dari dashboardnya yang terlalu rumit dan “menggentarkan” hingga kenyataan bahwa untuk memakainya harus membayar dulu.
GIMP sendiri tidak seterkenal Photoshop. Maklum open source, mana ada dana untuk mengimbangi biaya promosi si Photoshop. Tetapi, tidak berarti perangkat lunak ini tidak memiliki kelebihan, seperti mudah dipergunakan, dan tidak perlu mengeluarkan uang untuk memakainya.
Masing-masing ada kelebihan dan kekurangannya. Khas buatan manusia yang lain juga begitu.
Hal ini hanya masalah selera saja. Yang suka akan bilang lebih banyak kelebihan, yang tidak suka, biasanya menekankan kelemahan. Yang tidak bisa memakainya akan bengong saja karena bingung.
The Man Behind The Gun
Kenyataannya, kedua software untuk mengedit foto ini hanyalah alat, tidak beda dengan pisau yang dipakai oleh chef dalam kontes memasak.
Juri tidak akan menilai seberapa tajam pisau yang dipakai, tetapi akan memberi penilaian pada masakannya. Enak atau tidak.
Begitu juga dalam dunia fotografi, yang dinilai bukan software yang dipakainya, tetapi hasil jadinya apakah bagus atau tidak. Bukan software apa yang dipakai.
Nah, penentunya ada pada orang yang memakainya. Istilah bahasa Inggrisnya “The man behind the gun” itulah penentunya. Sama seperti chef yang menjadi penentu masakannya enak atau tidak, dalam hal mengedit foto, yang mengoperasikan perangkat itulah yang menentukan hasil.
Di tangan seorang yang ahli, GIMP yang gratisan pun akan bisa dipergunakan secara maksimal. Foto editannya akan menjadi halus dan tidak kalah dengan kalau memakai Photoshop. Sebaliknya, Photoshop meski sudah mengeluarkan uang untuk membeli, tidak berarti hasilnya akan selalu bagus, tergantung bisa tidak orangnya mengoperasikan.
Jadi, perdebatan tentang “Mana yang lebih baik untuk mengedit foto, Photoshop atau GIMP?” pada dasarnya adalah sebuah kesia-siaan. Tidak ada gunanya dan hanya memperebutkan pepesan kosong saja. Kalau menang berargumen pun belum tentu hasil editannya bagus, kalah pun tidak serta merta hasil karyanya menjadi jelek.
Tidak beda kan dengan perdebatan soal kamera yang terbaik itu yang mana.

Apakah saya pecinta GIMP? Hmm.. untuk yang ini saya menganut paham “poligami”, walau kalau untuk urusan istri, saya bermonogami. Tidak ada salahnya menguasai cara penggunaan kedua software itu. Menambah pengetahuan itu lebih baik. Jadi, saya tidak bisa mengatakan fans GIMP, si gratisan.
Alasan saya memamerkan hasil editan GIMP di artikel ini adalah karena saya masih dalam proses belajar Photoshop. Masih banyak hal yang harus saya pelajari sebelum bisa memamerkan sesuatu. Sementara untuk GIMP, yah sudah lebih lumayan.
Jadilah itu yang bisa saya pamerkan. Bukan menekankan bahwa GIMP lebih baik. Nanti setelah saya cukup mahir dengan Photoshop, maka akan ada karya editan dengan produk si Adobe itu ditampilkan.
Bukan mempertentangkan karena tidak ada gunanya.