Membaca Review Kamera Bisa Berakibat Kurang Baik

Kecuali, kalau memang Anda hendak membeli sebuah kamera, baik untuk pertama kali atau pengganti yang sudah ada, rasanya membaca review kamera bisa berakibat kurang baik bagi perkembangan diri seorang yang ingin menjadi fotografer.

Ngawur memang kedengarannya. Bagaimana bisa sebuah ulasan berisikan informasi tentang sebuah kamera, yang biasanya keluaran baru, membawa dampak negatif? Bukankah informasi yang terkandung di dalamnya akan membantu?

Memang, “membantu”, tetapi bukan untuk yang sudah memiliki kamera dan tidak berniat menggantinya.

Lalu, apa tujuan membaca review tersebut ?

Sebuah review atau ulasan biasanya dibuat untuk mengulas tentang sebuah produk tertentu. Biasanya dilakukan oleh seorang yang sudah ahli, atau mengaku ahli dengan mempertimbangkan berbagai aspek. Contohnya, sebuah kamera akan diperhitungkan ukuran megapiksel, sensor, prosesor, dan segala macam detail lainnya.

Kemudian digabungkan dengan pengalaman pribadi dari sang pengulas.

Semua itu ditujukan agar pembacanya bisa membayangkan seperti apa produk yang diulas dari sudut pandang seorang pemakai.

Betul sekali. Opini dari seseorang, terutama yang dianggap ahli, bisa membantu.

Tetapi, jangan lupa. Ada kalanya sebuah ulasan dibuat berdasarkan “pesanan” dari produsen. Tujuannya agar kesan baik disampaikan kepada calon pembeli. Dengan kata lain, sebuah ulasan bisa bersifat promosi dan tidak bebas dari kepentingan produsennya.

Masalah utamanya bukan itu saja.

Membaca Review Kamera Bisa Berakibat Kurang Baik B

Paling tidak ada dampak kurang baik lainnya yang kadang tidak disadari, seperti :

Ketidakpuasan Dengan Apa Yang Sudah Dimiliki

Sifat tulisan review meski dilakukan oleh pihak netral sekalipun tetap merupakan sebuah promosi. Semakin netral sang pengulas, arah tulisannya semakin berimbang, tetapi tidak bisa 100% bebas dari unsur promosi.

Dan, promosi itu dilakukan untuk membangkitkan keinginan untuk membeli.

Oleh karena itu, biasanya ulasan dilakukan pada produk-produk baru.

Disinilah terletak masalahnya.

Pembaca biasanya kemudian akan membandingkan dengan apa yang ada di tangan. Ia akan melihat dimana kelebihan dari kamera terbaru yang diulas itu, kemudian perbandingan dibuat dengan kamera yang dimilikinya.

Tentu saja, karena produk baru dengan kemampuan dan fitur yang lebih baru dan canggih, hal itu membuat kamera yang sudah dimiliki terlihat kekurangannya. Entah resolusinya terlalu kecil, entah sensornya yang kurang cepat, entah kemampuan ISOnya yang kurang besar.

Semua kemampuan yang ada di kamera lama terlihat “buruk” dan tidak memadai.

Itu memang salah satu tujuan dari review produk.

Dan hal itu rentan menimbulkan ketidakpuasan pada diri sang pembaca terhadap apa yang sudah dimilikinya. Seseorang bisa berpikir bahwa kamera lamanya sudah usang dan tidak akan lagi bisa menghasilkan foto yang bagus.

Ditambah lagi, ia bisa melupakan bahwa dalam fotografi, hasil foto yang bagus bukan hanya tergantung pada jenis kameranya, tetapi juga pada banyak hal lain, seperti kemampuan sang fotografernya.

Ketidakpercayaan pada kamera lamanya bisa membuat orang malas untuk menggunakannya. Pada akhirnya, ia bisa berhenti memotret sampai keinginannya memiliki kamera yang dibaca terpenuhi.

Maklum saja, kita masih tetap manusia yang memiliki nafsu dan kerap memandang bahwa rumput tetangga selalu lebih hijau. Oleh karena itu, tidak heran kalau kamera keluaran baru dianggap akan meningkatkan kemampuan seorang fotografer.

Tips Memotret Tanpa Tripod A

Informasi Yang Bisa Menyesatkan

Di zaman internet seperti sekarang, dimana tempat membaca review kamera yang paling mudah didapat.

Internet.

Website.

Blog.

Masalahnya, membuat website/blog itu mudah sekali. Cukup dengan membayar sewa domain seratus ribu saja sudah bisa jadi website.

Semua orang bisa.

Kemudian mereka akan memilih tema yang disukainya, fotografi termasuk salah satu topik yang paling banyak dibuat karena penggemarnya semakin banyak. Dan, salah satu niche yang paling menguntungkan adalah tentang “kamera” dan “lensa”, atau segala perlengkapan fotografi.

Penulisnya? Ya, tidak perlu mengerti fotografi. Terkadang sebuah website yang membahas tentang kamera, tidak dinahkodai oleh seorang fotografer. Tidak jarang webmaster atau bloggernya bahkan tidak paham tentang apa itu Rule of Thirds, Aperture, dan istilah fotografi lainnya.

Mereka mencomot dari situs lain dan kemudian menggabungkan kesemua hasil bacaannya, dan lalu ditulis ulang.

Jadilah sebuah tulisan berupa review kamera terbaru keluaran tahun 2019.

Bagi mereka tidak penting apakah isi dari tulisannya benar-benar membantu orang lain. Yang terpenting bagi mereka adalah pengunjung datang ke blog atau websitenya. Dengan begitu websitenya menjadi terkenal.

Itulah mengapa terkadang ketika membaca sebuah artikel bertema fotografi, terkadang tulisannya terkesan kacau dan hanya berisikan data-data saja, meski bertajuk ulasan atau review. Belum lagi judulnya dibuat bombastis untuk menarik perhatian pembaca.

Bisa bayangkan hasilnya? Apa yang disampaikan bisa sangat menyesatkan. Sesuatu yang sebenarnya sudah dimiliki pada kamera lama, dijadikan sesuatu yang spesial.

Pembaca bisa tersesat dan terdorong untuk membeli karena didorong oleh ulasan bombastis dari penulisnya. Padahal, penulisnya bisa jadi sebenarnya tidak paham dengan apa yang ditulisnya.

Yang rugi, ya yang membaca.

Hal itu sudah banyak saya temukan di internet. Banyak blog yang mengulas tentang kamera sebenarnya dikelola oleh blogger yang bahkan sebenarnya tidak bisa membuat foto yang bagus. Mereka juga kerap tidak mengerti apa yang dibahasnya karena hanya mencomot dari website lainnya.

Foto Kosong Ternyata Enak Juga Dilihat B

Karena itulah mengapa disebut bahwa membaca review kamera bisa berakibat buruk. Tidak selalu demikian, tetapi hal itu sangat mungkin terjadi.

Seorang bisa didorong untuk menjadi konsumtif dan memaksakan diri membeli sesuatu yang sebenarnya tidak benar-benar diperlukannya. Ia juga seperti didukung untuk merasa “tidak puas” terhadap kamera yang sudah dimilikinya.

Lebih jauh lagi, ia seperti di-“setani” agar berpikiran bahwa dengan kamera lamanya ia tidak akan bisa membuat foto yang bagus.

Sesuatu yang kurang baik dan melenceng dari apa yang seharusnya.

Foto yang bagus adalah karena fotografernya bisa memaksimalkan kamera apapun yang dimilikinya , memiliki kreatifitas untuk mengembangkan ide, dan kemampuan mewujudkan idenya secara visual lewat kamera apapun.

Kamera hanyalah alat dan bukan penentu.

Penentunya adalah manusia di belakang kameranya.

Itulah filosofi dasar dari fotografi itu sendiri.

Sesuatu yang akan tersingkir kalau terlalu banyak membaca review tentang kamera.

Jadi, bacalah ulasan tentang kamera ketika kita mau membeli saja. Itupun harus berhati-hati agar membaca hanya review dari pihak dan orang-orang yang memang mumpuni dalam bidangnya. Jangan hanya dari sembarang website yang tidak jelas.