Menjadi seorang fotografer profesional yang bisa menghasilkan uang adalah impian dan target bagi banyak orang yang menekuni fotografi.
Wajar saja sih. Di zaman yang dijiwai kapitalisme seperti sekarang, uang kerap menjadi motivasi manusia menekuni sesuatu bidang. Tidak heran, meski awalnya dimulai sebagai hobi, kegiatan untuk bersenang-senang, keinginan untuk beranjak ke level mendapatkan uang dan ketenaran tentunya.
Oleh karena itu, tidak sedikit dari penggemar fotografi berangan-angan untuk suatu waktu mereka bisa memotret karena uang.
Hanya saja, masih sedikit yang menyadari kalau ada perbedaan besar dari sebuah kegiatan yang sebenarnya sama saja.
Perbedaan itu terletak pada
- Kebebasan
- Tekanan
Kebebasan
Fotografi sebagai hobi memberikan kebebasan sepenuhnya pada tangan sang pemegang kamera, fotografernya untuk menentukan apa yang mau dipotret, cara memotret, seperti apa obyek akan ditampilkan, dan lain sebagainya.
Jika hasilnya bagus, kepuasan akan dirasakan sendiri. Kalau jelekpun tidak masalah, meski pasti ada kekecewaan hadir di dalam hati, tetapi tidak akan membebani. Cukup tekan “delete” dan buang foto yang dianggap gagal.
Selesai.
Kebebasan sepenuhnya menjadi milik sang fotografer.
Berbeda sekali kalau memotret karena uang, profesional. Mereka tidak bisa bebas melakukan hal itu.
Ia harus bisa mewujudkan “keinginan” dan ide dari yang membayar untuk jasanya. Dengan kata lain, seorang fotografer bayaran tidak bisa seenaknya memotret sesuai dengan seleranya.
Ia harus bisa selalu berkonsultasi dengan si pembeli jasa dan tidak bisa semaunya memotret sesuai dengan gayanya.
Ia tidak akan bebas menentukan mana foto yang baik dan yang buruk. Tentu ia bisa memberikan pandangan, tetapi keputusan dan penilaian akhir tidak ada pada dirinya. Hak itu ada di tangan orang yang membayar.
Kebebasan fotografer yang memotret karena uang terbatasi oleh hak mereka yang membayar. Sebagian kebebasan itu sudah ditukar dengan lembaran rupiah atau uang yang ditransfer ke rekening.
Tekanan
Tugas fotografer yang dibayar bukan menghasilkan foto yang baik, tetapi memuaskan dan menyenangkan orang yang membayar. Tentunya, sebagai fotografer cara memuaskannya adalah dengan foto-foto yang bagus, selain beberapa hal lain, seperti cara berkomunikasi dan lain sebagainya.
Keharusan untuk bisa memuaskan orang lain bukanlah hal yang mudah. Sangat tidak mudah bahkan.
- Ia harus bisa mengerti dan memahami keinginan yang membayar
- Ia harus bisa mengerti untuk tujuan apa foto itu dibuat
- Ia harus bisa menerjemahkan ide yang ada di kepala orang lain
- Ia harus bisa mengerti selera orang lain
- Ia harus bisa menghasilkan sesuai jadwal yang sudah ditetapkan
Tidak mudah sama sekali.
Hasilnya, ia tidak bedanya seperti sedang bekerja di kantor sebagai karyawan, penuh dengan tekanan tidak bedanya sebagai karyawan atau orang upahan saja.
Situasinya bisa penuh dengan stress.
Oleh karena itulah, kalau memang mau melangkah ke dunia fotografer profesional, ada baiknya juga berusaha mempersiapkan mental.
Kebebasan berekspresi lewat kamera akan hilang sebagian karena dijual. Otomatis tekanan akan hadir, seperti yang juga ada di hati mayoritas orang upahan.
Tanpa menyadari bahwa memotret karena uang dan hobi itu berbeda, rasanya sulit untuk bisa mempersiapkan mental menghadapi berbagai masalah dan tekanan yang akan hadir.
Itulah salah satu yang dipelajari saat mendapatkan order kecil-kecilan beberapa waktu yang lalu.
Berbeda sekali.
Bogor, 25 Januari 2020