Selfie atau Swafoto : Bagian dari Fotografi? Ataukah Hanya “Anak Haram” ?

Selfie atau swafoto adalah sebuah kegiatan memotret dengan obyek diri si pemotret sendiri dan tanpa bantuan dari orang lain. Kegiatan ini berkembang pesat sejak ditemukannya smartphone yang memiliki kamera di bagian depan sehingga memungkinkan pemegang untuk bisa melakukan preview di layar.

Tujuan selfie beragam. Kebanyakan pelaku selfie melakukannya untuk kemudian memasang hasilnya di media sosial, seperti Facebook atau Google Plus. Inti dasarnya adalah bersenang-senang dan memuaskan keinginan untuk tampil di muka umum.

Kebanyakan tidak melakukannya secara serius, tetapi rupanya tidak sedikit juga yang melakukannya demikian serius. Tidak sedikit orang yang tidak segan melakukannya di tempat-tempat berbahaya demi sekedar mendapat foto yang terkesan unik dan mengundang banyak LIKE.

Kegiatan selfie seperti ini banyak dipandang orang sebagai bukan bagian dari fotografi. Oleh karena itu, banyak komunitas fotografi di media sosial yang melarang anggotanya menampilkan hasil foto selfie. Banyak penggemar fotografi yang tidak senang jika melihat ada foto hasil selfie yang terpajang di wall komunitasnya.

Tetapi, benarkah selfie atau awafoto bukan bagian dari fotografi?

tips selfie dari penggemar fotografi

Mari kita lihat salah satu definisi fotografi menurut wikipedia saja yang biasa dijadikan rujukan banyak orang.

Fotografi proses atau metode untuk menghasilkan gambar atau foto dari suatu objek dengan merekam pantulan cahaya yang mengenai objek tersebut pada media yang peka terhadap cahaya. Alat yang paling populer untuk menangkap cahaya ini adalah kamera.

Singkatnya, fotografi adalah kegiatan menghasilkan foto dengan menggunakan kamera.

Nah, lalu uraikan selfie atau swafoto

  1. Menggunakan kamera ? – YA.
  2. Ada Obyek ? – YA

Swafoto tidak akan bisa dilakukan tanpa ada kamera, dan kamera smartphone tetap saja sebuah kamera meskipun bukan kelas DSLR atau Mirrorless.

Padahal inti dasar fotografi adalah kamera dan menghasilkan foto. Tidak pernah ditentukan obyeknya harus pemandangan, hewan, bunga, atau bangunan. Fotografi memberikan kebebasan untuk memotret apa saja, termasuk diri sendiri.

Fotografer jalanan terkenal Eric Kim justru menyarankan bila tidak menemukan obyek di jalan, cobalah memotret diri sendiri. Bukankah itu selfie juga? Juga, jangan lupa Van Gogh, pelukis yang karyanya dihargai ratusan milyar rupiah pernah membuat lukisan tentang dirinya sendiri. Lalu, apakah kita tidak memasukkannya sebagai karya seni lukis? Tidak juga kan.

Jadi, menurut definisi fotografi dan berbagai syaratnya, sudah pasti selfie atau swafoto adalah bagian dari fotografi.

Mengapa penggemar fotografi “seperti” tidak menyukai selfie?

Tidak juga. Para fotografer atau penggemar fotografi pada dasarnya tidak membenci selfie atau awafoto. Banyak dari mereka, termasuk saya, terkadang melakukannya. Tentunya untuk alasan bersenang-senang.

Bagaimanapun fotografer adalah tetap manusia.

Tetapi, mereka tidak melakukannya terlalu sering, dan tidak akan memamerkan potret dirinya sendiri ke media sosial, kecuali dalam lingkungan tertentu, yang mereka kenal.

Penggemar fotografi atau fotografer adalah kalangan yang lebih menekankan pada “memperlihatkan” ide, skill, teknik, dan apa yang dilihat. Mereka pada dasarnya juga memiliki sifat narsis, tetapi bukan dalam segi fisik.

Kompetisi merebut perhatian pun ada di berbagai komunitas pecandu fotografi. Mereka juga berebut LIKE dan FOLLOWER. Tetapi, tidak dengan cara “memamerkan” kegantengan atau kecantikannya.  Kompetisi dalam hal ini terjadi dalam bidang kemampuan, keahlian, hasil karya.

Fotografer adalah mereka yang “berbicara” dengan karya, ide, kreatifitas dan bukan dengan memamerkan seberapa besar dadanya atau cantiknya diri sendiri. Mereka berusaha untuk eksis lewat karya-karya mereka dan tidak dengan memajang diri sendiri dimana-mana.

Konsep yang berbeda dengan para selfie-er atau swafoto-er dimana justru diri sendiri adalah kunci utama dan yang dipamerkan/dijual kemana-mana.

Penggemar fotografi adalah orang di balik layar dan karyanya yang berada di panggung, sedangkan selfie-er, memaksakan diri berada di panggung dalam sikon apapun.

Terlebih lagi, kebanyakan selfie-er saat memotret dirinya tanpa mengindahkan teknik fotografi. Padahal kaum fotografer berjuang menghabiskan ribuan jam untuk menguasai teknik-teknik tersebut.

Tentunya menyebalkan melihat foto narsis ala selfie-er yang wajahnya pas-pasan dan memakai teknik pemotretan yang parah dan dengan modal nekat memamerkan foto-fotonya kemana-mana.

Itulah mengapa banyak penggemar fotografi “menolak” untuk mengakui secara gamblang bahwa selfie adalah bagian dari fotografi. Mereka tidak menganggap selfie adalah sebuah kegiatan yang serius dan memenuhi “kriteria” fotografi . Selfie tetap dianggap sebagai “anak haram” fotografi.

Maybe, perhaps, mungkin. Ketika para selfie-er berkembang, dan melakukan pengembangan diri dengan menyisihkan sejenak waktu untuk belajar teknik pengambilan foto, sehingga hasil fotonya tidak seadanya, pandangan bisa berubah. Selfie bisa dianggap sebagai bagian resmi fotografi.

Sayangnya, mungkin butuh waktu yang lama karena ketika orang terlalu sibuk dengan dirinya, sulit berharap mereka untuk belajar.