Cintai Fotografi Dulu, Bicara Bisnis Kemudian

Belakangan ini semakin hari, semakin banyak orang yang menaruh minat untuk menekuni fotografi. Salah satu alasan yang sering dikemukakan, selain hobi, adalah mereka melihat peluang untuk mendapatkan penghasilan dari dunia ini, alias sisi bisnis fotografi.

Beberapa tahun yang lalu, secara tidak sengaja saya pernah bertemu seseorang di ajang CGM Bogor Street Festival. Ia menceritakan bahwa ia telah menjual sepeda motor kesayangannya dan menukarnya dengan sebuah kamera mirrorless merk Fuji.

Alasan kenekadannya tersebut adalah ia berniat untuk mencoba peruntungannya menjadi fotografer komersial dengan spesialisasi foto produk.

Terus terang, ceritanya membuat saya ternganga dan heran. Apalagi, ketika ia menjelaskan bahwa selama ini dia belum secara serius menekuni fotografi dan ketertarikannya terjun ke dunia ini adalah karena faktor bisnis alias uang.

Ia terdengar sangat yakin akan bisa mendapatkan penghasilan dari menjual jasanya sebagai seorang fotografer.

Ceritanya bukanlah sesuatu yang mengherankan karena tidak terhitung orang yang menyatakan hal sejenis. Sisi bisnis dunia potret memotret ini rupanya seperti gula mengundang semut. Banyak sekali yang tergoda untuk ikut serta.

Sampai sekarang pun, masih tetap ada saja anak muda yang mengatakan hal serupa. Mereka juga tertarik pada menghasilkan uang dengan kamera, alias memotret.

Bukan sebuah hal yang salah tentunya. Semua hal, di tangan orang kreatif, memang akan bisa menghasilkan ketenaran, kepopuleran,dan tentu saja uang. Juga, semua orang berhak memutuskan jalan hidupnya sendiri.

Namun, saya agak ngenes juga mendengarnya dan sekaligus khawatir tentang mereka.

Bukan apa-apa. Berdasarkan pengalaman, baik sebagai manusia atau juga seorang fotografer, saya memandang rute yang dipilih sebenarnya kurang tepat. Saya tidak memastikan salah atau benar karena tetap ada kemungkinan mereka berhasil.

Namun, sebuah fakta bahwa meloncat terlalu jauh kerap berujung kejatuhan. Ada tahapan dan proses yang harus dijalani.

Contohnya saja, seorang pria bertemu seorang gadis, apakah umumnya ia akan langsung mengajak sang gadis menikah? Hanya di drakor atau film saja hal itu mungkin terjadi, tetapi di dunia nyata, biasanya hal itu tidak terjadi.

Umumnya, sang pria akan menanyakan dulu kepada diri sendiri tentang tertarik atau tidaknya ia kepada si gadis. Kemudian, kalau sang pria memutuskan bahwa ia mencintai si gadis, maka ia akan mengutarakan perasaannya, berkencan, berpacaran, dan kemudian menikah.

Sangat mungkin terjadi, ia akan terhenti pada satu tahap dan tidak pernah ada jaminan berhasil sesuai yang diharapkan. Alasannya bisa beragam.

Sisi bisnis dunia fotografi bisa dianalogikan sebagai “menikah” dalam kasus “pacaran” di atas. Ia adalah tujuan “akhir” yang harus melewati beberapa tahap. Bila seseorang yang baru saja belajar memotret, kemudian bicara bisnis fotografi, sama saja ia seperti pria yang baru kenalan, tetapi langsung hendak menikah.

Ada banyak tahapan yang dilompati. Sebuah pandangan yang khas hasil dari mentalitas instan, yang ingin semua cepat tanpa peduli bahwa akan selalu ada proses dan tahapan dalam semua hal.

Resikonya jelas tinggi. Pengetahuan kurang, pemahaman kurang, skill belum terasah, jaringan kurang, lalu, berapa besar peluang ia mencapai kesuksesan? Tetap ada, tetapi persentasenya akan sangat kecil.

Oleh karena itu, saya tidak akan pernah menyarankan seseorang untuk menekuni sisi bisnis fotografi (atau bidang apapun), sebelum ia bisa menjawab pertanyaan, yang harus diajukannya kepada diri sendiri.

Pertanyaannya adalah, “Apakah saya sudah mencintai fotografi?”

Mengapa pertanyaan ini penting? Karena seseorang yang mencintai, biasanya ia akan mencoba belajar mengerti, memahami, dan segala seluk beluk tentang yang dicintainya. Ia akan mencoba terus dekat dan bahkan menjadikan yang dicintai sebagai bagian hidupnya.

Dengan kata lain, ia sudah memiliki pengetahuan tentang “yang dicintainya” tadi.

Pengetahuan adalah kata kuncinya. Bisnis apapun, selain berbagai teori bisnis akan selalu bergandengan dengan kata di belakangnya. Bisnis kopi, berarti orang itu akan diharapkan memiliki pengetahuan tentang kopi. Bisnis mobil akan membutuhkan ilmu dan pengetahuan tentang dunia otomotif, terutama si kendaraan roda empat tadi.

Lalu, ketika Anda ingin menjalankan bisnis fotografi (jenis apapun), bisakah melakukannya tanpa adanya pengetahuan?

Lagi pula ada beberapa hal lain yang harus diperhatikan dalam dunia bisnis fotografi, seperti

1/ Butuh waktu yang panjang dan lama

Tidak ada pemilik bisnis di dunia fotografi yang mendapatkan keberhasilannya secara instan. Baik itu sebagai fotografer ataupun penyedia jasa penunjang fotografi. Selalu butuh waktu bertahun-tahun untuk bisa merealisasikan impiannya menjadi orang sukses.

Tanyakan saja Arbain Rambey, tentang tahun-tahun yang harus dilewatinya untuk mencapai posisi sekarang, tenar dimana-mana. Pasti jawabannya akan membuat putus asa yang mentalnya tidak kuat. Berpuluh tahun.

Bagaimana ia bisa melewati waktu yang begitu lama? Yah, jawabannya karena ia memiliki passion di bidang itu. Dengan kata lain ia “mencintai” apa yang dilakukannya. Oleh karena itulah, meski bertahun tahun harus menjalaninya, ia tetap bisa konsisten.

2/ Tantangan dan hambatan

Jalan menuju sukses itu tidak mudah. Banyak sekali tantangan dan hambatan yang akan hadir dalam perjalanannya. Tidak bedanya seorang pria dalam merebut hati wanita idamannya, tantangan dan hambatan akan selalu menyertai.

Masalahnya adalah, jika ia tidak memiliki pengetahuan tentang sang “wanita”, akhirnya ia akan berujung pada kata “DITOLAK” karena tindakannya tidak bisa merebut hati idamannya. Iya kan?

Begitu juga dalam bisnis fotografi, seseorang akan kesulitan kalau ia tidak memiliki setidaknya pengetahuan tentang cara memotret. Jika begini situasinya, bagaimana ia bisa menjelaskan kepada calon pelanggan yang datang? Jika ia tidak bisa meyakinkannya, bisa dipastikan si calon pengguna jasa akan pergi dan tidak kembali.

Begitu juga kalau ia tidak benar-benar mencintai fotografi, ketika ada saingan atau hambatan, bukannya mencoba memecahkan masalah, ia akan berpaling ke hal lain yang tidak menurutnya lebih menyenangkan dan tidak merepotkan.

Padahal, mana ada sih bisnis yang tidak merepotkan? Dalam bisnis, profit yang didapat adalah upah dari melakukan berbagai macam kerepotan. Harga dari semua usaha dan upaya menyenangkan klien.

3/ Menikmati proses

Pernah berjalan jauh ditemani seseorang yang menyebalkan? Rasanya pasti garing dan bikin bete. Perjalanan yang dekat bisa terasa sangat jauh. Lalu, bagaimana kalau perjalanannya panjang sekali dan seperti tidak ada ujung.

Coba rasakan bedanya, ketika Anda melakukan perjalanan panjang dengan orang yang Anda cintai? Pasti rasanya akan beda. Sejauh apapun perjalanan itu, rasanya akan membuat hati senang. Bahkan, sering kita berharap akhir tidak akan datang.

Di atas disebutkan bahwa menggapai kesuksesan dalam bisnis fotografi adalah perjalanan panjang. Tidak ada yang pendek dan dekat.

Perjalanan ini akan terasa menyenangkan dan kita akan bisa menikmati proses perjuangannya kalau, kita mencintai fotografi. Dengan begitu, maka perjalanan seberat apapun dan selama apapun, kita akan tetap bisa bertahan dan tidak merasa berat.


Bukan sesuatu yang salah jika Anda berniat dan memiliki minat untuk mencoba mencari peruntungan di dunia fotografi. Wajar saja kok.

Yang menjadi masalah adalah, janganlah membiarkan mentalitas instan merasuk dalam diri kita. Biasanya, hasil dari mindset seperti itu adalah rasa ingin cepat sukses, rasa ingin cepat menikmati hasil, dan pada akhirnya kerap mendorong untuk memotong proses dan meloncati tahapan yang ada.

Padahal, setiap tahap dalam kehidupan, akan selalu memberikan pelajaran yang diperlukan untuk menempuh tahap berikutnya. Meloncati tahapan yang ada, sama saja membuang kesempatan untuk membekali diri dengan pengetahuan yang penting bagi tahap berikutnya.

Oleh karena itu, jika Anda memang tertarik menjadi seorang pebisnis di dunia fotografi, ada baiknya mulai dari tahap awal, yaitu menanyakan pada diri sendiri, “Apakah saya sudah mencintai fotografi?”

Baca Juga

Menyimpan Kamera Dalam Dry Box Terlalu Lama Juga Tidak Baik

Menyimpan Kamera terlalu lama di Dry box juga berbahaya

Menyimpan kamera dalam dry box merupakan hal yang umum dilakukan para fotografer atau penggemar fotografi untuk memastikan bahwa senjata andalan mereka tetap terjaga baik. Suhu…

Kalau jawabannya “sudah” silakan maju ke tahap berikutnya, kalau belum, silakan ulangi proses sampai Anda yakin. Kalau sudah barulah berpikir tentang menggali pundi harta karun di dunia fotografi.

Namun, jangan heran kalau ternyata Anda kemudian bahkan menghilangkan pemikiran terkait bisnis fotografi. Cukup banyak orang yang seperti itu, salah satunya saya, yang memutuskan untuk menekuni fotografi karena memang menyukainya.

Saya tidak mau kehilangan kesenangan dan kegembiraan saat menekan tombol shutter release akibat terlalu ruwet dan sibuk memikirkan menghasilkan uang darinya. Bukan berarti tidak butuh uang, tetapi saya memilih mencarinya lewat jalan lain dan bukan dari fotografi.

Karena fotografi begitu menyenangkan dan saya tidak rela kesenangan tersebut terganggu.

Bagaimana dengan Anda?

Leave a Comment